Kamis, 26 Maret 2015

TUGAS KOMUNIKASI KESEHATAN



Analisis Jurnal Utama
“Passive Smoking And Children’s Health”
“Merokok Pasif Dan Kesehatan Anak-Anak”

Perilaku merokok masih merupakan masalah kesehatan dunia karena dapat menyebabkan berbagai penyakit dan bahkan kematian (BKKBN, dalam Lizam 2009). Menurut Setyoadi, Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah perokok remaja terbanyak di dunia. Sekitar 80% perokok di Indonesia memulai kebiasaannya tersebut sebelum berumur 19 tahun. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 pun menunjukkan bahwa usia pertama kali merokok tiap hari yaitu usia 10–14 tahun sebanyak 9,6%, 15–19 tahun sebanyak 36,3%, 20–24 tahun 16,3%, 25–29 tahun sebanyak 4,4% dan ≥ 30 tahun sebanyak 3,2%. Riset ini dilakukan di 33 provinsi dan secara nasional persentase usia mulai merokok tiap hari yang menduduki tempat tertinggi adalah usia 15–16 tahun yaitu sebanyak 36,3%. Berita Metro TV, 15 Februari 2013 pukul 16.20 pun memberitakan bahwa Indonesia mendapat label, “Baby Smoker” karena prevalensi jumlah perokok anak yang meningkat secara signifikan dan usia mulai merokok yang semakin muda. Variabel yang paling dominan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan perilaku anak merokok adalah status merokok orang tua (8,11)
                Kondisi ini tentu saja memprihatinkan karena anak merupakan kelompok yang rentan dan berpotensi menjadi perokok jangka panjang (Soerojo, dalam Astuti 2010). Perilaku merokok yang dimulai pada usia anak anak dan remaja juga seringkali disertai dengan perilaku kekerasan dan penggunaan narkoba. Perilaku merokokpun membuat seseorang cenderung untuk mencoba obat-obatan terlarang di masa depan (Fleming et al., dalam Taylor, 2006). Dampak rokok bahkan sudah terlihat pada perokok di umur 20-an yaitu terdapat kerusakan permanen pada saluran kecil di paru-paru dan pembuluh darah mereka serta cairan dari paru-paru perokok menunjukkan peningkatan sel radang dan meningkatnya level kerusakan pada paru-paru (U.S. DHHS, dalam Slovic, 2001). Perokok yang tidak berhenti sebelum berusia 35 tahun memiliki peluang sebesar 50% meninggal disebabkan oleh penyakit yang berkaitan dengan rokok (Doll, et al., dalam Mc.Vea, 2006).(8,12)
                Merokok, penyebab penyakit multisistem dapat dianggap sebagai penyakit kronis, progresif dan menular. Ini adalah salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama hari ini karena merupakan penyebab paling penting dicegah kematian di seluruh dunia. Karena dampak pada kesehatan dan kesejahteraan baik perokok aktif atau pasif dan bukan perokok, tindakan merokok menyebabkan masalah bagi masyarakat secara keseluruhan karena sejumlah besar orang langsung atau tidak langsung dicapai oleh asap. Di antara mereka adalah anak-anak yang tidak memiliki kebebasan memilih, akhirnya menjadi perokok pasif wajib sejak konsepsi. Perokok pasif atau Secondhand Smoke (SHS), asap rokok orang lain (AROL) adalah asap yang keluar dari ujung rokok yang menyala atau produk tembakau lainnya, yang biasanya merupakan gabungan dengan asap rokok terdiri dari asap utama (main stream) yang mengandung 25% kadar bahan berbahaya dan asap sampingan (side stream) yang mengandung 75% kadar bahan berbahaya ditambah separuh dari asap yang dihembuskan keluar oleh perokok. Perokok pasif didefinisikan sebagai paparan paksa orang tidak merokok untuk zat yang dihasilkan oleh tembakauruangan pembakaran. Ungkapan ini pertama kali digunakan pada tahun 1939 dan sejak itu topik ini telah menarik meningkatnya minatpada bagian dari penyidik ​​karena pentingnya bagi kesehatan masyarakat.(1,2)
                Saat ini, sekitar 30% dari populasi dunia terkena bekas merokok, dan telah diperkirakan bahwa lebih dari 700 juta anak-anak yang terkena rokok merokok, dengan terjadinya konsekuensi dari 5 juta kematian per tahun, dan perkiraan proyeksi bahwa sekitar 1 miliar orang akan mati selama abad ke-21 karena merokok, sebagian besar dari mereka karena penyakit pernapasan. Paling banyak dari anak-anak dipaksa untuk menghirup udara yang tercemar oleh asap rokok di banyak tempat seperti taman bermain, sekolah,TK dan kendaraan. Di Inggris, setiap tahun lebih 160000 anak terpengaruh oleh merokok tembakau dengan biaya lebih dari £ 23 juta pada perawatan kesehatan. Efek berbahaya dari merokok pasif pada kesehatan telah dikenal selama lebih dari 80 tahun. Namun, bunga dalam topik ini telah meningkat sejak tahun 1967 ketika efek ini dinilai pada anak-anak.(1)
Perokok pasif yang paling rentan adalah anak-anak dan mereka sangat rentan terhadap efek berbahaya dari pasif merokok karena mereka menghabiskan lebih banyak waktu hidup mereka di hadapan orang tua mereka, pengasuh dan orang dewasa lainnya, sehingga tidak mampu untuk menghindari paparan asap rokok, mereka tidak dapat menilai risiko yang ada di lingkungan, mereka belum tumbuh dewasa dan sistem belum berkembang pesat (seperti pernapasan, saraf dan sistem imunologi), anak-anak memiliki tingkat ventilasi yang lebih besar daripada orang dewasa, mereka menerima secara proporsional dosis lebih besar saat terpapar karena mereka menghirup unsur-unsur yang lebih yaitu polusi per berat badan, kapasitas metabolisme yang rendah, kontak tangan ke mulut dan harapan hidup lebih lama.(1)     
                Mereka yang tidak merokok tetapi terpaksa menghisap asap rokok dari lingkungannya, yang memungkinkan akan menderita berbagai penyakit akibat rokok, padahal mereka sendiri tidak merokok. Kandungan bahan kimia pada asap rokok sampingan ternyata lebih tinggi dibandingkan dengan asap rokok utama antara lain karena tembakau terbakar pada temperatur yang lebih rendah ketika sedang dihisap membuat pembakaran menjadi kurang lengkap dan mengeluarkan lebih banyak bahan kimia. Dalam asap rokok terdapat 4.000 bahan kimia dan gas berbahaya yang bersifat karsinogenik. International Non Governmental Coalition Against Tobacco (INGCAT) telah menyampaikan rekomendasi yang didukung oleh lebih dari 60 negara di seluruh dunia yang dimuat dalam IUALTD News Bulletin on Tobacco and Health 1997. Rekomendasi ini berbunyi ”paparan terhadap asap rokok lingkungan yang sering kali disebut perokok pasif dapat menyebabkan kanker paru dan kerusakan kardiovaskuler pada orang dewasa yang tidak merokok dan dapat merusak kesehatan paru dan pernapasan pada anak” (2,9).
Seseorang yang bukan perokok apa­bila terus-menerus terkena asap rokok dapat menderita dampak risiko penyakit jantung dan kanker paru-paru. Anak-anak secara bermakna terpapar asap rokok. Sisi aliran asap yang terbakar lebih panas dan lebih toksik daripada asap yang dihirup perokok, terutama dalam mengiritasi mukosa jalan nafas. Paparan asap tembakau pasif berakibat lebih berbahaya gejala penyakit saluran nafas bawah (batuk, lendir dan mengi) dan naiknya risiko asma dan serangan asma. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa risiko munculnya asma meningkat pada anak yang terpapar sebagai perokok pasif dengan OR = 3,3 (95% CI 1,41-5,74) (4,5).
Asap rokok dapat menimbulkan kelainan atau penyakit pada hampir semua organ tubuh yaitu : Otak (stroke, perubahan kimia otak), Mulut dan tenggorokan (kanker bibir, mulut, tenggorokan dan laring), Jantung (kelemahan arteri, meningkatkan serangan jantung), Paru (penyakit paru obstruktif kronik, kanker paru, asma), Hati (kanker hati), Abdomen (kanker lambung, pankreas dan usus besar), Ginjal dan kandung kemih, kaki (gangrene), Reproduksi (impotensi, kanker leher rahim, mandul) asap rokok dapat menimbulkan gangguan hormonal, spermatogenesis, merusak viabilitas spermatozoa dan menyebabkan adanya bahan toksik pada spermatozoa (3, 9).
                Anak-anak menampilkan kadar nikotin yang relatif lebih tinggi selama dan setelah terpapar asap tembakau lingkungan daripada orang dewasa. Pada umumnya perilaku merokok semakin lama akan semakin meningkat sesuai dengan tahap perkembangannya yang ditandai dengan meningkatnya frekuensi dan intensitas merokok, serta sering mengakibatkan mereka mengalami ketergantungan nikotin. Nikotin dimetabolisme oleh hati (90%), paru-paru, ginjal, otak, dan epitel pernapasan. Perubahan utama disebabkan oleh nikotin dalam organisme adalah nauseas, muntah, diare, perubahan denyut jantung, peningkatan tekanan arteri,tremor, vasokonstriksi perifer, eksitasi pernapasan, bronkokonstriksi, peningkatan bronkial dan sekresi saliva, dan kejang-kejang.(1,10)
Upaya pencegahan yang dilakukan oleh pemerintah adalah dengan membentuk kawasan tanpa rokok di fasilitas pelayanan kesehatan, tempat belajar mengajar dan tempat umum. Tidak ada batasan aman bagi paparan asap rokok orang lain. Hanya lingkungan tanpa asap rokok 100% (KTR) yang dapat memberikan perlindungan penuh bagi masyarakat. Upaya lain yang bisa dilakukan sebagai tindakan pencegahan adalah peningkatan pengetahuan dan perbaikan sikap terhadap merokok. Membuat regulasi yang membatasi distribusi rokok dan usia konsumen yang boleh membelinya serta iklan-iklan rokok yang beredar di masyarakat untuk meminimalkan kemungkinan anak-anak dan remaja untuk menjadi konsumen rokok dan menambahkan gambar -gambar penyakit akibat perilaku merokok pada tulisan peringatan yang terdapat bungkus rokok (7, 6).
                Menurut Jacken dalam Syafie (2009), ada dua metode yang dikembangkan para ahli dalam dunia rokok untuk menghentikan ke­canduan terhadap rokok, yakni metode yang mengandalkan perubahan perilaku dan me­tode yang mengandalkan terapi obat-obatan. Peneliti mengkelompokan kedua metode terse­but menjadi empat kategori, yaitu berdasarkan perilaku, bahan dan alat bantu, motivator, dan konselor. Selain niat, pikiran bawah sadar ikut berpengaruh pada keberhasilan metode yang dilakukan sebagai upaya berhenti merokok. Pikiran bawah sadar pengaruhnya 9 kali lebih kuat dari pikiran sadar. Jadi perokok yang mengandalkan kekuatan otak bahwa dirinya saat itu juga harus berhenti merokok, maka ke­mungkinan besar upayanya untuk mengehenti­kan kebiasaan merokoknya akan berhasil. Oleh karena itu, seberapa besar upaya seseorang un­tuk berhenti merokok bila tanpa diikuti dengan faktor lainnya, maka tidak dapat untuk mem­prediksi keberhasilan berhenti merokok (5).
                Jadi, Efek berbahaya dari merokok telah lama dikenal dan sedikit yang telah dilakukan sejauh ini untuk menghindari konsekuensi mereka untuk kesehatan. Hal ini diketahui bahwa tidak ada tingkat aman dari paparan asap tembakau dan bahwa jutaan anak terus berbahaya terkena perokok pasif. Setiap orang, dan terutama setiap anak, memiliki hak untuk tumbuh dan hidup dalam lingkungan yang sehat, bersih dan aman, terlindung dari efek pasif merokok. Cara yang paling efektif untuk melindungi anak-anak dari perokok pasif adalah untuk mengurangi tingkat merokok pada orang dewasa. Melarang merokok di tempat umum di luar rumah, termasuk tempat kerja, restoran dan bar yang mengarah ke peningkatan kualitas udara di lokasi tersebut, karena penghapusan paparan kedua tangan asap dikaitkan dengan efek positif langsung pada fungsi pernapasan. Memerangi efek ini harus menjadi salah satu prioritas kesehatan masyarakat, diterima sebagai kewajiban moral dari masyarakat secara keseluruhan (1).













DAFTAR PUSTAKA

        (1)        Antonio Luiz, Lopes Ieda Regina. Passive Smoking and Children’s Health. Jurnal Health. 2014; 6 (12).
        (2)       Supriyadi Agus. Kawasan Tanpa Rokok Sebagai Perlindungan Masyarakat Terhadap Paparan Asap Rokok Untuk Mencegah Penyakit Terkait Rokok.2014.
       (3)       Fitriani, Eriani Kartini, Sari Widya. The Effect Of Cigarettes Smoke Exposured Causes Fertility Of Male Mice (Mus Musculus). Jurnal Natural. 2010; 10 (2).
       (4)       Aila Haris, Mukhtar Ikhsan, Rita Rogayah. Asap Rokok Sebagai Bahan Pencemar Dalam Ruangan. Jurnal Cdk-189. 2012; 39 (1): 17-20.
       (5)       Rosita Riska, Suswardanya Dwi Linna, Abidin Zaenal. Penentu Keberhasilan Berhenti Merokok Pada Mahasiswa. Jurnal Kemas. 2012; 8 (1): 1-9.
       (6)       Fawzani Nurhidayati, Triratnawati Atik. Terapi Berhenti Merokok (Studi Kasus 3 Perokok Berat). Jurnal Makara Kesehatan. 2005; 9 (1): 15-22.
       (7)       Ekaprasetia Feri, Wijaya Dodi, Dewi Erti Ikhtiarini. Pengaruh Student Team Achievement Division (Stad) Terhadap Pengetahuan dan Sikap Mencegah Merokok Siswa Madrasah Aliyah Pondok Pesantren Nurul Qarnain Sukowono Jember. E-Jurnal Pustaka Kesehatan. 2014; 2 (1).
       (8)       Chotidjah Sitti. Pengetahuan Tentang Rokok, Pusat Kendali Kesehatan Eksternal Dan Perilaku Merokok. Makara Sosial Humaniora. 2014; 16 ( 1): 49-56.
       (9)       Pornomo. Faktor Faktor Risiko yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Asma Bronkial Pada Anak (Studi Kasus Di Rs Kabupaten Kudus). 2008
      (10)     Annahri Muhammad, Nawi Achyar, Bakhriansyah Mohammad. Hubungan Antara Perilaku Merokok Dan Kejadian Insomnia. Jurnal Berkala Kedokteran. 2013; 9 (1).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar