Analisis Jurnal Utama
“Passive Smoking
And Children’s Health”
“Merokok Pasif Dan
Kesehatan Anak-Anak”
Perilaku
merokok masih merupakan masalah kesehatan dunia karena dapat menyebabkan
berbagai penyakit dan bahkan kematian (BKKBN, dalam Lizam 2009). Menurut
Setyoadi, Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah perokok remaja
terbanyak di dunia. Sekitar 80% perokok di Indonesia memulai kebiasaannya tersebut
sebelum berumur 19 tahun. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007
pun menunjukkan bahwa usia pertama kali merokok tiap hari yaitu usia 10–14
tahun sebanyak 9,6%, 15–19 tahun sebanyak 36,3%, 20–24 tahun 16,3%, 25–29 tahun
sebanyak 4,4% dan ≥ 30 tahun sebanyak 3,2%. Riset ini dilakukan di 33 provinsi
dan secara nasional persentase usia mulai merokok tiap hari yang menduduki
tempat tertinggi adalah usia 15–16 tahun yaitu sebanyak 36,3%. Berita Metro TV,
15 Februari 2013 pukul 16.20 pun memberitakan bahwa Indonesia mendapat label, “Baby
Smoker” karena prevalensi jumlah perokok anak yang meningkat secara
signifikan dan usia mulai merokok yang semakin muda. Variabel yang paling
dominan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan perilaku anak merokok adalah
status merokok orang tua (8,11)
Kondisi ini tentu saja
memprihatinkan karena anak merupakan kelompok yang rentan dan berpotensi menjadi
perokok jangka panjang (Soerojo, dalam Astuti 2010). Perilaku merokok yang
dimulai pada usia anak anak dan remaja juga seringkali disertai dengan perilaku
kekerasan dan penggunaan narkoba. Perilaku merokokpun membuat seseorang
cenderung untuk mencoba obat-obatan terlarang di masa depan (Fleming et al.,
dalam Taylor, 2006). Dampak rokok bahkan sudah terlihat pada perokok di umur
20-an yaitu terdapat kerusakan permanen pada saluran kecil di paru-paru dan
pembuluh darah mereka serta cairan dari paru-paru perokok menunjukkan
peningkatan sel radang dan meningkatnya level kerusakan pada paru-paru (U.S.
DHHS, dalam Slovic, 2001). Perokok yang tidak berhenti sebelum berusia 35 tahun
memiliki peluang sebesar 50% meninggal disebabkan oleh penyakit yang berkaitan
dengan rokok (Doll, et al., dalam Mc.Vea, 2006).(8,12)
Merokok,
penyebab penyakit multisistem dapat dianggap sebagai penyakit kronis, progresif
dan menular. Ini adalah salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama hari
ini karena merupakan penyebab paling penting dicegah kematian di seluruh dunia.
Karena dampak pada kesehatan dan kesejahteraan baik perokok aktif atau pasif
dan bukan perokok, tindakan merokok menyebabkan masalah bagi masyarakat secara
keseluruhan karena sejumlah besar orang langsung atau tidak langsung dicapai
oleh asap. Di antara mereka adalah anak-anak yang tidak memiliki kebebasan
memilih, akhirnya menjadi perokok pasif wajib sejak konsepsi. Perokok pasif
atau Secondhand Smoke (SHS), asap rokok orang lain (AROL) adalah asap
yang keluar dari ujung rokok yang menyala atau produk tembakau lainnya, yang
biasanya merupakan gabungan dengan asap rokok terdiri dari asap utama (main
stream) yang mengandung 25% kadar bahan berbahaya dan asap sampingan (side
stream) yang mengandung 75% kadar bahan berbahaya ditambah separuh dari
asap yang dihembuskan keluar oleh perokok. Perokok pasif didefinisikan sebagai
paparan paksa orang tidak merokok untuk zat yang dihasilkan oleh
tembakauruangan pembakaran. Ungkapan ini pertama kali digunakan pada tahun 1939
dan sejak itu topik ini telah menarik meningkatnya minatpada bagian dari
penyidik karena pentingnya bagi kesehatan
masyarakat.(1,2)
Saat
ini, sekitar 30% dari populasi dunia terkena bekas merokok, dan telah diperkirakan
bahwa lebih dari 700 juta anak-anak yang terkena rokok merokok, dengan
terjadinya konsekuensi dari 5 juta kematian per tahun, dan perkiraan proyeksi
bahwa sekitar 1 miliar orang akan mati selama abad ke-21 karena merokok,
sebagian besar dari mereka karena penyakit pernapasan. Paling banyak dari
anak-anak dipaksa untuk menghirup udara yang tercemar oleh asap rokok di banyak
tempat seperti taman bermain, sekolah,TK dan kendaraan. Di Inggris, setiap
tahun lebih 160000 anak terpengaruh oleh merokok tembakau dengan biaya lebih
dari £ 23 juta pada perawatan kesehatan. Efek berbahaya dari merokok pasif pada
kesehatan telah dikenal selama lebih dari 80 tahun. Namun, bunga dalam topik
ini telah meningkat sejak tahun 1967 ketika efek ini dinilai pada anak-anak.(1)
Perokok pasif yang paling rentan adalah
anak-anak dan mereka sangat rentan terhadap efek berbahaya dari pasif merokok
karena mereka menghabiskan lebih banyak waktu hidup mereka di hadapan orang tua
mereka, pengasuh dan orang dewasa lainnya, sehingga tidak mampu untuk
menghindari paparan asap rokok, mereka tidak dapat menilai risiko yang ada di
lingkungan, mereka belum tumbuh dewasa dan sistem belum berkembang pesat
(seperti pernapasan, saraf dan sistem imunologi), anak-anak memiliki tingkat
ventilasi yang lebih besar daripada orang dewasa, mereka menerima secara proporsional
dosis lebih besar saat terpapar karena mereka menghirup unsur-unsur yang lebih
yaitu polusi per berat badan, kapasitas metabolisme yang rendah, kontak tangan
ke mulut dan harapan hidup lebih lama.(1)
Mereka yang tidak merokok tetapi
terpaksa menghisap asap rokok dari lingkungannya, yang memungkinkan akan
menderita berbagai penyakit akibat rokok, padahal mereka sendiri tidak merokok.
Kandungan bahan kimia pada asap rokok sampingan ternyata lebih tinggi
dibandingkan dengan asap rokok utama antara lain karena tembakau terbakar pada
temperatur yang lebih rendah ketika sedang dihisap membuat pembakaran menjadi
kurang lengkap dan mengeluarkan lebih banyak bahan kimia. Dalam asap rokok
terdapat 4.000 bahan kimia dan gas berbahaya yang bersifat karsinogenik.
International Non Governmental Coalition Against Tobacco (INGCAT) telah
menyampaikan rekomendasi yang didukung oleh lebih dari 60 negara di seluruh
dunia yang dimuat dalam IUALTD News Bulletin on Tobacco and Health 1997.
Rekomendasi ini berbunyi ”paparan terhadap asap rokok lingkungan yang sering
kali disebut perokok pasif dapat menyebabkan kanker paru dan kerusakan
kardiovaskuler pada orang dewasa yang tidak merokok dan dapat merusak kesehatan
paru dan pernapasan pada anak” (2,9).
Seseorang yang bukan perokok apabila terus-menerus terkena asap
rokok dapat menderita dampak risiko penyakit jantung dan kanker paru-paru. Anak-anak secara bermakna terpapar
asap rokok. Sisi aliran asap yang terbakar lebih panas dan lebih toksik daripada
asap yang dihirup perokok, terutama dalam mengiritasi mukosa jalan nafas.
Paparan asap tembakau pasif berakibat lebih berbahaya gejala penyakit saluran
nafas bawah (batuk, lendir dan mengi) dan naiknya risiko asma dan serangan asma.
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa risiko munculnya asma meningkat pada anak
yang terpapar sebagai perokok pasif dengan OR = 3,3 (95% CI 1,41-5,74) (4,5).
Asap
rokok dapat menimbulkan kelainan atau penyakit pada hampir semua organ tubuh
yaitu : Otak (stroke, perubahan kimia otak), Mulut dan tenggorokan (kanker
bibir, mulut, tenggorokan dan laring), Jantung (kelemahan arteri, meningkatkan
serangan jantung), Paru (penyakit paru obstruktif kronik, kanker paru, asma),
Hati (kanker hati), Abdomen (kanker lambung, pankreas dan usus besar), Ginjal
dan kandung kemih, kaki (gangrene), Reproduksi (impotensi, kanker leher rahim,
mandul) asap rokok dapat menimbulkan gangguan hormonal, spermatogenesis,
merusak viabilitas spermatozoa dan menyebabkan adanya bahan toksik pada
spermatozoa (3, 9).
Anak-anak menampilkan kadar
nikotin yang relatif lebih tinggi selama dan setelah terpapar asap tembakau
lingkungan daripada orang dewasa. Pada umumnya perilaku merokok semakin lama akan semakin
meningkat sesuai dengan tahap perkembangannya yang ditandai dengan meningkatnya
frekuensi dan intensitas merokok, serta sering mengakibatkan mereka mengalami
ketergantungan nikotin.
Nikotin dimetabolisme oleh hati (90%), paru-paru, ginjal, otak, dan epitel
pernapasan. Perubahan utama disebabkan oleh nikotin dalam organisme adalah
nauseas, muntah, diare, perubahan denyut jantung, peningkatan tekanan
arteri,tremor, vasokonstriksi perifer, eksitasi pernapasan, bronkokonstriksi,
peningkatan bronkial dan sekresi saliva, dan kejang-kejang.(1,10)
Upaya pencegahan
yang dilakukan oleh pemerintah adalah dengan membentuk kawasan tanpa rokok di
fasilitas pelayanan kesehatan, tempat belajar mengajar dan tempat umum. Tidak ada batasan aman bagi paparan
asap rokok orang lain. Hanya lingkungan tanpa asap rokok 100% (KTR) yang dapat
memberikan perlindungan penuh bagi masyarakat. Upaya lain yang
bisa dilakukan sebagai tindakan pencegahan adalah peningkatan pengetahuan dan
perbaikan sikap terhadap merokok.
Membuat regulasi yang membatasi distribusi rokok dan usia konsumen yang boleh
membelinya serta iklan-iklan rokok yang beredar di masyarakat untuk
meminimalkan kemungkinan anak-anak dan remaja untuk menjadi konsumen rokok dan
menambahkan gambar -gambar penyakit akibat perilaku merokok pada tulisan
peringatan yang terdapat bungkus rokok (7, 6).
Menurut
Jacken dalam Syafie (2009), ada dua metode yang dikembangkan para ahli dalam
dunia rokok untuk menghentikan kecanduan terhadap rokok, yakni metode yang
mengandalkan perubahan perilaku dan metode yang mengandalkan terapi
obat-obatan. Peneliti mengkelompokan kedua metode tersebut menjadi empat
kategori, yaitu berdasarkan perilaku, bahan dan alat bantu, motivator, dan
konselor. Selain niat, pikiran bawah sadar ikut berpengaruh pada keberhasilan
metode yang dilakukan sebagai upaya berhenti merokok. Pikiran bawah sadar
pengaruhnya 9 kali lebih kuat dari pikiran sadar. Jadi perokok yang
mengandalkan kekuatan otak bahwa dirinya saat itu juga harus berhenti merokok,
maka kemungkinan besar upayanya untuk mengehentikan kebiasaan merokoknya akan
berhasil. Oleh karena itu, seberapa besar upaya seseorang untuk berhenti
merokok bila tanpa diikuti dengan faktor lainnya, maka tidak dapat untuk memprediksi
keberhasilan berhenti merokok (5).
Jadi,
Efek
berbahaya dari merokok telah lama dikenal dan sedikit yang telah dilakukan
sejauh ini untuk menghindari konsekuensi mereka untuk kesehatan. Hal ini
diketahui bahwa tidak ada tingkat aman dari paparan asap tembakau dan bahwa
jutaan anak terus berbahaya terkena perokok pasif. Setiap orang, dan terutama
setiap anak, memiliki hak untuk tumbuh dan hidup dalam lingkungan yang sehat,
bersih dan aman, terlindung dari efek pasif merokok. Cara yang paling efektif
untuk melindungi anak-anak dari perokok pasif adalah untuk mengurangi tingkat
merokok pada orang dewasa. Melarang merokok di tempat umum di luar rumah,
termasuk tempat kerja, restoran dan bar yang mengarah ke peningkatan kualitas
udara di lokasi tersebut, karena penghapusan paparan kedua tangan asap
dikaitkan dengan efek positif langsung pada fungsi pernapasan. Memerangi efek
ini harus menjadi salah satu prioritas kesehatan masyarakat, diterima sebagai
kewajiban moral dari masyarakat secara keseluruhan (1).
DAFTAR
PUSTAKA
(1)
Antonio Luiz, Lopes Ieda
Regina. Passive Smoking and Children’s Health. Jurnal Health. 2014; 6 (12).
(2)
Supriyadi Agus. Kawasan Tanpa Rokok Sebagai
Perlindungan Masyarakat Terhadap Paparan Asap Rokok Untuk Mencegah Penyakit
Terkait Rokok.2014.
(3) Fitriani,
Eriani Kartini, Sari Widya. The Effect Of Cigarettes Smoke Exposured Causes
Fertility Of Male Mice (Mus Musculus). Jurnal Natural.
2010; 10 (2).
(4) Aila Haris, Mukhtar
Ikhsan, Rita Rogayah. Asap Rokok Sebagai Bahan Pencemar Dalam Ruangan. Jurnal Cdk-189. 2012; 39 (1): 17-20.
(5) Rosita Riska, Suswardanya Dwi Linna, Abidin Zaenal. Penentu Keberhasilan Berhenti Merokok Pada
Mahasiswa. Jurnal Kemas. 2012; 8 (1): 1-9.
(6)
Fawzani Nurhidayati,
Triratnawati Atik. Terapi Berhenti
Merokok (Studi Kasus 3 Perokok Berat). Jurnal Makara Kesehatan. 2005; 9 (1): 15-22.
(7) Ekaprasetia Feri,
Wijaya Dodi, Dewi Erti Ikhtiarini. Pengaruh Student Team Achievement Division (Stad) Terhadap
Pengetahuan dan Sikap Mencegah Merokok Siswa Madrasah Aliyah Pondok Pesantren
Nurul Qarnain Sukowono Jember.
E-Jurnal
Pustaka Kesehatan. 2014; 2 (1).
(8) Chotidjah Sitti. Pengetahuan
Tentang Rokok, Pusat Kendali Kesehatan Eksternal Dan Perilaku Merokok. Makara
Sosial Humaniora. 2014; 16 ( 1): 49-56.
(9)
Pornomo. Faktor
Faktor Risiko yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Asma Bronkial Pada Anak (Studi
Kasus Di Rs Kabupaten Kudus). 2008
(10) Annahri Muhammad, Nawi Achyar,
Bakhriansyah Mohammad. Hubungan Antara Perilaku Merokok Dan Kejadian Insomnia.
Jurnal Berkala
Kedokteran. 2013; 9 (1).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar