Kamis, 26 Maret 2015

PROMOSI KESEHATAN



ANALISIS JURNAL UTAMA
“Oral Health Of Young Adolescents In Addis Ababa - A Community-Based Study”
“Kesehatan Mulut Remaja MUda di Addis Ababa – Komunitas- Berbasis Studi”

Memburuknya kesehatan mulut adalah masalah kesehatan masyarakat yang muncul di negara-negara berkembang, Namun sedikit perhatian telah diberikan kepada kesehatan mulut di sebagian besar negara-negara sub-Sahara. Masalah terbesar yang dihadapi penduduk Indonesia seperti juga di negara-negara berkembang lainnya di bidang kesehatan gigi dan mulut adalah penyakit jaringan keras gigi (caries dentin). Sebanyak 89% anak Indonesia di bawah 12 tahun menderita penyakit gigi dan mulut. Kondisi itu akan berpengaruh pada derajat kesehatan mereka, proses tumbuh kembang bahkan masa depan mereka. Kesehatan gigi dan mulut telah mengalami peningkatan pada abad terakhir tetapi prevalensi terjadinya karies gigi pada anak tetap merupakan masalah klinik yang signifikan (1,2,3).
Karies gigi adalah penyakit jaringan keras gigi yang ditandai dengan terjadinya mineralisasi bagian anorganik dan demineralisasi substansi organik. Karies dapat terjadi pada setiap gigi yang erupsi, pada tiap orang tanpa memandang umur, jenis kelamin, bangsa, maupun status ekonomi. Proses karies terjadi melalui interaksi empat faktor yaitu gigi, mikroorganisme, subtrat dan waktu. Dari keempat faktor tersebut subtrat dan waktu sangat ditentukan oleh kebiasaan seseorang. Makanan yang mudah melekat pada permukaan gigi dapat mempercepat terjadinya karies dan perkembangan karies sangat dipengaruhi oleh sisa makanan yang tertinggal di dalam mulut dalam waktu yang lama. Bila kebiasaan mengkonsumsi makanan yang mudah melekat dan manis tidak dapat dihindari maka dengan menjaga kebersihan gigi dan mulut yang intensif dan ekstrim dapat membantu mencegah kerusakan gigi karena karies. Hasil penelitian menunjukkan bahwa murid perempuan lebih banyak menderita karies dengan rerata DMF-T 1,37 dibandingkan murid laki-laki dengan rerata DMF-T 1,33 (4,7,10).
Tingginya angka penyakit gigi dan mulut saat ini sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang salah satunya adalah faktor perilaku masyarakat yang belum menyadari pentingnya pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut. Hal ini terlihat dari 22,8% penduduk Indonesia tidak menyikat gigi dan dari 77,2% yang menyikat gigi hanya 8,1% yang menyikat gigi tepat waktu (Eliza Herijulianti, dkk, 2001). Walaupun tidak menimbulkan kematian, sebagai akibat dari kerusakan gigi dan jaringan pendukung gigi dapat menurunkan tingkat produktivitas seseorang, karena dari aspek biologis akan dirasakan sakit. Penyakit gigi dan mulut dapat juga menjadi sumber infeksi yang dapat mengakibatkan bahkan mempengaruhi beberapa penyakit sistemik. (Donna Pratiwi, 2007) (5).
Trauma oral juga terjadi pada 10% - 15% anak anak. Trauma ini biasanya terjadi karena kecelakaan lalu lintas jalan atau kekerasan dan bermain aman. Pengalaman karies sebelumnya juga merupakan suatu indikator yang kuat untuk menentukan terjadinya karies di masa yang akan datang. Li and Wang mengatakan bahwa anak yang mempunyai karies pada gigi sulung mempunyai kecenderungan tiga kali lebih besar untuk terjadinya karies pada gigi permanen. Gingivitis adalah penyebab lain dari masalah gigi pada anak-anak sekolah. Fungsi saliva adalah sebagai pelicin, pelindung, buffer, pembersih, anti pelarut dan antibakteri. Faktor yang ada dalam saliva yang berhubungan dengan karies antara lain adalah aksi penyangga dari saliva, komposisi kimiawi, aliran (flow), viskositas dan faktor anti bakteri. Anak yang berisiko karies tinggi memiliki aliran saliva yang rendah (1,6).
Ada beberapa faktor memiliki konstribusi dalam menyebabkan terjadinya karies gigi pada anak. Faktor kejadian karies gigi antara lain faktor dari makanan, kebersihan gigi dan mulut, kebiasaan-kebiasaan yang tidak sesuai dengan kesehatan seperti mengemut makanan dan pemberian makanan melalui botol (Hariadi, 2009). Salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya kebersihan gigi dan mulut pada anak sekolah adalah perilaku menyikat gigi yang masih belum baik. Anak yang berisiko karies tinggi mempunyai oral hygiene yang buruk ditandai dengan adanya plak pada gigi anterior disebabkan jarang melakukan kontrol plak (2,8).
Selain itu faktor konsumsi juga mempengaruhi karies pada anak. Faktor makanan yang dihubungkan dengan terjadinya karies adalah jumlah fermentasi, konsentrasi dan bentuk fisik (bentuk cair, tepung, padat) dari karbohidrat yang dikonsumsi, retensi di mulut, frekuensi makan dan snacks serta lamanya interval waktu makan. Anak yang berisiko karies tinggi sering mengkonsumsi makanan minuman manis di antara jam makan. Kondisi kesehatan pada anak sangat berpengaruh pada risiko karies. Kondisi kesehatan umum juga mempengaruhi kejadian karies pada anak (6).
Dampak kerusakan gigi sejak dini adalah fungsi gigi sebagai pengunyah terganggu, sehingga anak akan mengalami gangguan dalam proses mengunyah dan proses pencernaan. Akibatnya anak tidak mau makan dan yang lebih parah bisa terjadi malnutrisi, anak akan kurang berkonsentrasi dalam belajar dan bermain sehingga akan mempengaruhi kecerdasannya. Akibat lain dari kerusakan gigi adalah penyebaran toksin atau bakteri pada mulut melalui aliran darah, saluran pernafasan dan saluran pencernaan. Apalagi bila anak mengalami malnutrisi, hal tersebut akan menyebabkan daya tahan tubuh anak menurun dan akan mudah terkenah penyakit. Bila gigi sulung sudah rusak dan berlubang dapat diramalkan gigi dewasanya tidak akan sehat nantinya (Rogers, 2008) (2).
Kebanyakan penyakit mulut dapat dengan mudah dicegah dengan pelaksanaan langkah-langkah pencegahan yang sederhana, termasuk penggunaan sealant untuk melapisi lubang dan celah dengan aman, suplemen fluoride, air dan susu fluoridasi, dan mengurangi konsumsi yang rasanya manis. Menurut Tarigan makanan sangat berpengaruh terhadap gigi dan mulut, makanan yang bersifat membersihkan gigi yang dapat mengurangi kerusakan gigi seperti apel, jambu air, bengkuang dan lain sebagainya. Upaya pencegahan kerusakan gigi anak dititik beratkan pada anak kelompok umur < 14 tahun (usia SD) karena anak-anak seusia tersebut mulai tumbuh gigi tetap sehingga rentan terhadap penyakit karies gigi Rumaropen. Pengukuran status karies gigi pada kelompok umur 12 tahun SD akan lebih mudah dilakukan karena pertumbuhan gigi geligi sudah mencapai akhir periode gigi bercampur (1,3).
Upaya peningkatan kesehatan gigi dan mulut meliputi upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif dapat ditingkatkan dengan peran serta masyarakat (Arsyad Ashar, 2005). Sekolah Dasar (SD) merupakan suatu kelompok yang sangat strategis untuk penanggulangan kesehatan gigi dan mulut. Usia 8-11 tahun merupakan kelompok usia yang sangat kritis terhadap terjadinya karies gigi permanen karena pada usia ini mempunyai sifat khusus yaitu masa transisi pergantian gigi susu ke gigi permanen. Anak usia 8-11 tahun pada umumnya duduk di bangku kelas 3-5 Sekolah Dasar. Pada usia 8-11 tahun prevalensi karies gigi mencapai 60%-80%  (Yaslis Ilyas, 2000). Peran orang tua, guru dan tenaga kesehatan dalam mengajari anak merawat kebersihan mulut, melalui pemilihan dan penggunaan sikat gigi, cara dan waktu menyikat gigi yang benar dan tepat sejak dini sangat dibutuhkan (5).
Menyikat gigi sebelum tidur berperan penting dalam pencegahan perkembangan bakteri yang dapat menyebabkan kerusakan gigi. Menurut Penelitian yang dilakukan oleh Longginus E, dkk yang menunjukkan bahwa 48,21% anak menyikat gigi malam sebelum tidur. Hal ini membuktikan bahwa masih banyak masyarakat yang belum menyadari akan pentingnya menyikat gigi malam sebelum tidur. Kebiasaan membersihkan gigi dan mulut dengan waktu yang tepat, terlebih pada malam sebelum tidur merupakan bentuk perilaku yang akan mempengaruhi baik atau buruknya kebersihan gigi dan mulut (9).
Anak yang berisiko karies tinggi harus mendapatkan perhatian khusus karena perawatan intensif dan ekstra harus segera dilakukan untuk menghilangkan karies atau setidaknya mengurangi risiko karies tinggi menjadi rendah pada tingkatan karies yang dapat diterima pada kelompok umur tertentu sehingga target pencapaian gigi sehat tahun 2010 menurut WHO dapat tercapai. Tindakan pencegahan primer yang merupakan suatu bentuk prosedur pencegahan yang dilakukan sebelum gejala klinik dari suatu penyakit timbul dengan kata lain pencegahan sebelum terjadinya penyakit. Pencegahan terjadinya karies pada anak maka harus modifikasi kebiasaan anak bertujuan untuk merubah kebiasaan anak yang salah mengenai kesehatan gigi dan mulutnya sehingga dapat mendukung prosedur pemeliharaan dan pencegahan karies. Pendidikan kesehatan gigi ibu dan anak dapat dilakukan melalui puskesmas, rumah sakit maupun di praktek dokter gigi (6,11).
                Penyikatan gigi sangat penting untuk mencegah gigi anak mengalami karies. Flossing dan profesional propilaksis disadari sebagai komponen dasar dalam menjaga kebersihan mulut. Keterampilan penyikatan gigi harus diajarkan dan ditekankan pada anak di segala umur. Metode penyikatan gigi pada anak lebih ditekankan agar mampu membersihkan keseluruhan giginya bagaimanapun caranya namun dengan bertambahnya usia diharapkan metode bass dapat dilakukan. Pemakaian sikat gigi elektrik lebih ditekankan pada anak yang mempunyai masalah khusus. Pasta gigi yang mengandung 1000–2800 ppm menunjukkan hasil yang baik dalam pencegahan karies tinggi pada anak di antara umur 6–16 tahun (6).
Anak sebaiknya tiga kali sehari menyikat gigi segera sesudah makan dan sebelum tidur malam. Telah terbukti bahwa asam plak gigi akan turun dari pH normal sampai mencapai pH 5 dalam waktu 3–5 menit sesudah makan makanan yang mengandung karbohidrat dan Rider cit. Suwelo mengatakan bahwa pH saliva sudah menjadi normal (6–7) 25 menit setelah makan atau minum. Menyikat gigi dapat mempercepat proses kenaikan pH 5 menjadi normal (6–7) sehingga dapat mencegah proses pembentukan karies. Pemakaian benang gigi dianjurkan pada anak yang berumur 12 tahun ke atas di mana selain penyakit periodontal meningkat pada umur ini, flossing juga sulit dilakukan dan memerlukan latihan yang lama sebelum benar-benar menguasainya. Profesional profilaksis (skeling, apklikasi flour) dilakukan oleh dokter gigi atau tenaga kesehatan anak. Pada anak cacat dan keterbelakangan mental, hal ini harus lebih ditekankan (6).
                Jadi, tindakan pencegahan primer pada anak yang berisiko karies tinggi meliputi modifikasi kebiasaan anak (kebersihan mulut dan diet konsumsi gula) dan perlindungan gigi (penggunaan silen, fluor dan klorheksidin). Pada anak di bawah umur 5 tahun, usaha untuk melakukan pencegahan primer diberikan kepada ibu seperti meningkatkan pengetahuan ibu tentang menjaga kebersihan mulut anak, pola makan anak yang baik dan benar serta tindakan perlindungan terhadap gigi anak yang dapat diberikan. Hal ini berhubungan karena kemampuan anak terbatas dan anak lebih dekat kepada ibunya. Pada anak 6 tahun ke atas, dokter gigi harus lebih menekankan kepada anak mengenai tanggung jawabnya untuk memelihara kesehatan mulut (6).
                Tindakan pencegahan yang dilakukan harus melihat indikator mana sebagai penyebab utama. Bila kontrol plak yang tidak baik sebagai penyebab utama, dokter gigi harus lebih menekankan pada modifikasi anak mengenai kebersihan mulut (menyikat gigi dua kali sehari dengan menggunakan pasta gigi mengandung fluor sedikitnya 1000 ppm), bila karena kebiasaan diet yang salah, maka pengaturan diet lebih ditekankan (pembatasan konsumsi makanan dan minuman yang mengandung gula, menggunakan bahan pengganti gula seperti xylitol atau sorbitol). Bila morfologi gigi lebih rentan terhadap karies, seperti pit dan fissure yang dalam, enamel hipoplasia maka perlindungan terhadap gigi seperti penggunaan silen, fluor dan flossing klorheksidin lebih ditekankan. Tindakan pencegahan yang lebih baik di tekankan pada anak-anak dilakukan adalah pencegahan primer yaitu dengan cara modifikasi kebiasaan anak dan perlindungan terhadap gigi (6).

DAFTAR PUSTAKA

        (1)        Berhane Hanna Yemane, Worku Alemayehu. Oral Health Of Young Adolescents In Addis Ababa - A Community-Based Study. Open Journal Of Preventive Medicine. 2014; 4: 640-648.
        (2)       Wirjayadi, Kadir Abd., Askar Muh. Faktor Yang Berhubungan Dengan Kerusakan Gigi Pada Anak Usia Pra Sekolah Di Tk Kartika XX-1 Makassar. Jurnal Stikes Nani Hasanuddin Makassar. 2013; 1 (6).
       (3)       Hastuti Sri, Andriyani Annisa. Perbedaan Pengaruh Pedidikan Kesehatan Gigi Dalam Meningkatkan Pengetahuan Tentang Kesehatan Gigi Pada Anak Di SD Negeri 2 Sambi Kecamatan Sambi Kabupaten Boyolali. Jurnal Gaster. 2010; 7 (2): 624 – 632.
       (4)       Alhamda Syukra. Status Kebersihan Gigi dan Mulut Dengan Status Karies Gigi (Kajian Pada Murid Kelompok Umur 12 Tahun Di Sekolah Dasar Negeri Kota Bukittinggi). Jurnal Berita Kedokteran Masyarakat. 2011; 27 (2):108 - 115
       (5)       Nurhidayat Oki, P Eram Tunggul, Wahyono Bambang. Perbandingan Media Power Point Dengan Flip Chart Dalam Meningkatkan Pengetahuan Kesehatan Gigi dan Mulut. Unnes Journal Of Public Health. 2012; 1 (1).
       (6)       Angela Ami. Pencegahan Primer Pada Anak Yang Berisiko Karies Tinggi. Jurnal Maj. Ked. Gigi. (Dent. J.). 2005; 38 (3): 130–134.
       (7)       Anitasari Silvia, Rahayu Nina Endang. Hubungan Frekuensi Menyikat Gigi Dengan Tingkat Kebersihan Gigi dan Mulut Siswa Sekolah Dasar Negeri Di Kecamatan Palaran Kotamadya Samarinda Provinsi Kalimantan Timur. Jurnal Maj. Ked. Gigi. (Dent. J.). 2005; 38 (2): 88–90.
       (8)       Sumini, Amikasari Bibi, Nurhayati Devi. Hubungan Konsumsi Makanan Manis Dengan Kejadian Karies Gigi Pada Anak Prasekolah Di Tk B RA Muslimat PSM Tegalrejodesa Semen Kecamatan Nguntoronadi Kabupaten Magetan. Jurnal Delima Harapan. 2014; 3 (2): 20-27.
       (9)       Sampakang Trisye, Gunawan Paulina N., Juliatri.  Status Kebersihan Mulut Anak Usia 9-11 Tahun dan Kebiasaan Menyikat Gigi Malam Sebelum Tidur Di SDN Melonguane. Jurnal E-Gigi (Eg). 2015; 3 (1).
      (10)     Prayitno Adi. Kelainan Gigi dan Jaringan Pendukung Gigi Yang Sering Ditemui. Jurnal CDK 166. 2008; 35 (7): 411-414.
      (11)      Januar Paulus. Pengembangan Sumber Daya Manusia Dalam Pelayanan Kesehatan Gigi. Jurnal PDGI.2008.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar