DASAR-DASAR KESEHATAN LINGKUNGAN
VEKTOR DAN KESEHATAN
Oleh:
Normalia Rizki
(I1A114045)
PROGRAM STUDI
KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMBUNG
MANGKURAT
BANJARBARU
2015
VEKTOR
DAN KESEHATAN
11.
Jenis-
jenis vektor yang berhubungan dengan kesehatan
Vektor adalah serangga
atau hewan lain yang biasanya membawa kuman penyakit yang merupakan suatu resiko
bagi kesehatan masyarakat.Vektor adalah hewan avertebrata yang bertindak sebagai
penular penyebab penyakit (agen) dari host pejamu yang sakit ke pejamu lain yang
rentan. Vektor digolongkan menjadi 2 (dua) yaitu vektor mekanik dan vektor
biologik. Vektor ·mekanik yaitu hewan avertebrata yang menularkan penyakit tanpa
agen tersebut mengalami perubahan, sedangkan dalam vektor biologi agen mengalami
perkembangbiakan atau pertumbuhan dari satu tahap ke tahap yang lebih lanjut. Contoh
Aedes aegypti bertindak sebagai vektor demam berdarah vektor adalah
golongan arthropoda atau
binatang yang tidak bertulang belakang
lainnya (avertebrata) yang dapat memindahkan penyakit dari satu sumber/reservoir
ke pejamu potensial. Musca domestica merupakan vektor mekanis beberapa penyakit
dan penyebab myiasis pada manusia dan hewan, lalat ini juga mengganggu dari
segi kebersihan dan ketenangan. (1,2)
Penyakit menular yang penularannya
terutama oleh vektor dapat dibagi menurut jenis vektornya yaitu vektor nyamuk (mosquito
borne diseases) anatara lain malaria, filariasis, dan beberapa jenis virus
encephalitis, demam virus seperti demam dengue, virus hemorrhagic seperti dengue
hemorrhagic fever serta yellow fever. Vektor kutu louse (louse borne disese)
anatara lain epidemic tifus fever dan epidemic relapsing fever. Vektor kutu
flea (flea borne disease) pada penyakit pes dan tifus murin. Vektor kutu mite
antara lain spotted fever, epidemic relapsing fever dan lain-lain. Penyakit oleh
serangga lainnya seperti sunly fever, lesmaniasis, barthonellosis oleh lalat
phlebotonus (1).
22.
Hubungan
vektor dengan kesehatan
Kesehatan manusia
sangat tergantung pada interaksi antara manusia dan aktivitasnya dengan
lingkungan fisik, kimia, serta biologi. Misalnya reservoir adalah manusia,
hewan, tumbuhan, tanah, atau zat organik (seperti tinja dan makanan) yang menjadi
tempat tumbuh dan berkembang biak agen. Sewaktu agen berkembang biak dalam
reservoir, mereka melakukannya sedemikian rupa sehingga penyakit dapat ditularkan
pada pejamu yang rentan. Sedangkan konsep reservoir menurut Soebarsono (2005),
bahwa reservoir host adalah hewan vertebrata yang merupakan sumber pembawa
agen, sehingga penyakit tersebut dapat terjadi secara lestari atau berkesinambungan
tanpa hewan tersebut menunjukkan gejala klinik atau gejala penyakit bersifat
ringan. Contohnya babi, sapi, domba merupakan reservoir dari virus Japanese encephalitis
(1,3)
33. Definisi
faktor resiko lingkungan dan perilaku.
Faktor risiko lingkungan,
baik lingkungan dalam rumah maupun lingkungan luar rumah. Faktor lingkungan
dalam rumah meliputi lingkungan fisik rumah yang tidak memenuhi kriteria rumah
sehat, misalnya konstruksi plafon dan dinding rumah, pencahayaan, serta
kelembaban. Sementara itu, faktor lingkungan luar rumah adalah yang terkait
dengan tempat perkembangbiakan vektor. Faktor ini meliputi air yang tergenang,
sawah, rawa-rawa, tumbuhan air, semak, serta kandang binatang reservoir. Faktor
risiko selanjutnya adalah kebiasaan keluar rumah pada malam hari. Selain itu,
pengetahuan mengenai vektor yang akan meningkatkan kesadaran individu serta
terjadinya resistensi vektor terhadap insektisida masuk ke dalam faktor risiko
yang harus diperhatikan. Jenis kelamin, jenis pekerjaan, dan umur juga menjadi
faktor risiko dari penyakit (4).
44.
Sistem
pengendalian vektor
Teknik Serangga Mandul
(TSM), yaitu suatu teknik pengendalian vektor yang potensial, ramah lingkungan,
efektif, spesies spesifik dan kompatibel dengan teknik lain. Prinsip dasar TSM
sangat sederhana, yaitu membunuh serangga dengan serangga itu sendiri (autocidal
technique). TJM atau Teknik Jantan Mandul merupakan teknik pemberantasan
serangga dengan jalan memandulkan serangga jantan. Kemandulan adalah
ketidakmampuan suatu organisme untuk menghasilkan keturunan. Gejala kemandulan
akibat radiasi pada nyamuk jantan
disebabkan karena terjadinya aspermia,
inaktivasi sperma, mutasi letal dominan dan ketidakmampuan kawin (5).
55.
Pemantauan
vector
Pemantauan vektor
misalnya pada penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah dengan pemantauan
jentik dimaksudkan untuk mengetahui wilayah yang memiliki potensi sebagai
sumber penyakit DBD. Pemantauan terhadap penderita juga dilakukan guna mencegah
penularan penyakit yang disebabkan oleh gigitan nyamuk sebagai vektor
perantara. Pemantauan dilakukan dengan cara membersihkan area sekitar tempat
tinggal penderita. Pembersihan area sekitar dimaksudkan agar tidak ada nyamuk
yang menularkan penyakit dari penderita ke orang-orang di sekitarnya (6).
Pengetahuan terkait pemantauan
dan pendeteksian nyamuk penyebab DBD menggunakan sistem informasi geografi
(SIG) sebagai alat untuk melakukan analisis spatial, akhir-akhir ini banyak
digunakan dalam berbagai ilmu, termasuk ilmu kesehatan masyarakat. Sistem
informasi geografis mampu menunjukkan secara spatial persebaran penderita dan
pola penyebarannya. Dengan menggunakan pertampalan peta antara kondisi lokasi
dengan persebaran penderita, dapat pula diprediksi lokasi yang potensial
endemik penyakit menular. Penelitian lainnya pernah dilakukan dengan menggunakan
kombinasi antara informasi spatial dan pendekatan statistik untuk memprediksi
wilayah kematian penderita yang disebabkan demam berdarah. Kombinasi pendekatan
ini memperlihatkan keunggulan dan ketepatan dalam memberikan informasi wilayah secara
tepat, begitu ada kejadian kematian (6).
66.
Pencegahan
vektor dari aspek kesehatan lingkungan dan perilaku masyarakat
Upaya pemberantasan
penyakit, baik itu menyangkut pencegahan, pengobatan, maupun rehabilitasi
selalu melibatkan perempuan, khususnya ibu rumah tangga. Di masyarakat,
perempuan khususnya ibu rumah tangga diposisikan sebagai care giver.
Artinya, mereka bertugas menjaga, merawat, mengobati anggota keluarga apabila
menderita sakit.6 Padahal dengan tugas ganda ibu rumah tangga, tidak mudah bagi
mereka untuk mencegah penyakit. Tugas ibu rumah tangga untuk menjaga kesehatan
keluarga dan masyarakat selain memerlukan waktu, tenaga, uang, juga memerlukan
keterampilan. Rasa apatis, kemalasan dan kepercayaan menyalahkan penyakit demam
berdarah pada masyarakat miskin atau pada masyarakat yang kurang pengetahuannya
juga menjadi faktor pendukung masyarakat merasa gagal melakukan upaya
pengendalian vektor. Ibu rumah tangga yang ditemukan jentik di dalam rumahnya meyakini
bahwa keberadaan jentik sebagai fenomena alamiah. Hal ini disebabkan oleh
persepsi bahwa jentik sulit untuk dihilangkan dan selalu ditemukan di dalam tempat
air, walaupun kontainer air tersebut selalu dibersihkan (7).
Menurut Karla dan Bang
(cit. WHO12) jika partisipasi dan sikap warga masyarakat rendah dalam melakukan
program pencegahan dan pemberantasan DD/DBD direkomendasikan untuk menggabungkan
kegiatan partisipasi masyarakat dalam program pencegahan dan pemberantasan DBD dengan
prioritas pembangunan masyarakat lainnya. Apabila pelayanan masyarakat di suatu
daerah (seperti pengumpulan sampah, pembuangan sampah cair, penempatan air yang
layak minum, dan lainlainnya) dinilai kurang berfungsi, maka masyarakat dan mitramereka
dapat dimobilisasikan untuk ikut meningkatkan kegiatan tersebut, dan pada saat
yang bersamaan seluruh komponen masyarakat dapat mengurangi tempat-tempat
perkembangbiaan nyamuk Aedes sebagai bagian dari usaha total pembangunan
masyarakat (8).
Mengkombinasikan upaya
pemberantasan vektor dengue dengan seluruh penyebab penyakit dan nyamuk
pengganggu serta serangga lainnya, guna mendapatkan manfaat yang terbaik bagi masyarakat
sehingga dapat meningkatkan partisipasimasyarakat dalamkampanye lingkungan. Menyiapkan
insentif bagimereka yang berpartisipasi dalam program pemberantasan dengue. Seperti
contoh, dapat dilakukan perlombaan di tingkat nasional untukmengidentifikasi
lingkungan terbersih atau lingkungan dengan indeks jentik terendah dalam suatu
daerah perkotaan (8).
DAFTAR PUSTAKA
. Tri
Wijayanti. Vektor dan reservoir.
Balaba (2)( 2008): 18-19.
2.
Poedji Hastutiek, Loeki Enggar Fitri. Potensi musca domestica linn. Sebagai vektor beberapa penyakit. Kedokteran
brawijaya 23 (3) (2007): 125-136.
3.
Kholis Ernawati, Budhi Soesilo, dkk. Hubungan faktor risiko individu dan
lingkungan rumah dengan malaria di Punduh Pedada kabupaten Pesawaran provinsi
Lampung Indonesia 2010. Makara,
kesehatan, 15( 2)( 2011): 51-57.
4.
Puji Juriastuti, Maya Kartika, dkk. Faktor risiko kejadian filariasis di
kelurahan Jati Sampurna. Makara,
kesehatan 14 (1)(2010): 31-36.
5.
Siti Nurhayati.
Prospek pemanfaatan radiasi dalam pengendalian vektor penyakit demam berdarah dengue. Buletin alara 7(
1, 2) ( 2005): 17 – 23.
6.
Widyawati, Irene F. Nitya, dkk. Penggunaan sistem informasi geografi efektif
memprediksi potensi demam berdarah di kelurahan endemik. Makara, kesehatan 15 (1) ( 2011): 21-30.
7.
Aryani Pujiyanti, Atik Triratnawati. Pengetahuan dan pengalaman ibu rumah tangga
atas nyamuk demam berdarah dengue. Makara, kesehatan 15 (1)(2011): 6-14.
8.
Asniati,
Djaswadi Dasuki, Hari Kusnanto. Peran media massa terhadap perilaku ibu dalam
upaya pencegahan demam berdarah pada rumah tangga di kota Yogyakarta. Berita kedokteran masyarakat 24 (3) (2008):
103-110.